Pasaman Barat, - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman Barat menerima dua tanggapan dari masyarakat terkait pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang akan mengikuti kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Selasa (17/09/2024).
Adapun laporan atau tanggapan masyarakat itu disampaikan terhadap pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Hamsuardi - Kusnadi yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golongan Karya (Golkar).
"Benar, hingga hari kedua tahapan tanggapan masyarakat ini kita telah menerima dua tanggapan masyarakat hingga saat ini. Masih ada satu hari lagi sampai besok Rabu (18/9) untuk menerima tanggapan masyarakat, " kata Ketua KPU Pasaman Barat Alfi Syahrin di Simpang Empat, Selasa.
Terhadap tanggapan masyarakat itu, pihaknya akan melakukan verifikasi dan klarifikasi sejak 15-21 September 2024.
Baca juga:
Tony Rosyid: Demokrat Dalam Jebakan PDIP?
|
"Jika ada tanggapan masyarakat di luar berkas syarat pencalonan maka kami akan koordinasi dengan KPU provinsi terlebih dahulu. Jika memang nanti hasil pembuktian itu benar maka bakal calon itu bisa statusnya tidak memenuhi syarat (TMS). Tentu kami tetap berpegang kepada aturan yang ada, " tegasnya.
Tanggapan masyarakat pertama datang dari masyarakat inisial AR yang membuat tanggapan tentang kebijakan bupati petahana yang melakukan pelantikan enam bulan sebelum penetapan calon tanpa persetujuan menteri dalam negeri.
Pelantikan itu sesuai surat Nomor: 800/1.3.3/3/38/BKPSDM/2024 Tanggal 22 Maret 2024 tentang pengangkatan aparatur sipil negara dalam jabatan administrasi selaku pejabat administrator di lingkungan Pemkab Pasaman Barat.
Lalu Surat Nomor: 800/1.3.3/3/39/BKPSDM/2024 Tanggal 22 Maret 2024 tentang pelantikan pengawas, Surat Nomor: 800/1.3.3/3/40/BKPSDM/2024 Tanggal 22 Maret 2024 tentang pengangkatan kepala puskesmas dan tata usaha puskesmas dan Surat Nomor: 800/1.3.3/3/41/BKPSDM/2024 Tanggal 22 Maret 2024 tentang pengangkatan kepala sekolah.
Sesuai laporan masyarakat itu meskipun surat keputusan pelantikan itu telah dibatalkan dengan surat keputusan Nomor : 800/1.3.3/3/41/BKPSDM/2024 tetapi menurut masyarakat surat keputusan itu secara hukum tidak menghapus perbuatan yang sudah dilakukan.
Kemudian tanggapan masyarakat kedua datang dari warga inisial ASL yang meragukan legalitas ijazah paket B dan paket C salah satu Bakal Calon Wakil Bupati Kusnadi.
Menurutnya Kusnadi tamat Sekolah Dasar Tahun 1986, tamat SLTP Tahun Tahun 2021 (paket B) dan tamat Tahun 2024 (paket C).
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentang pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) bahwa lama pendidikan paket C adalah 6 semester (3 tahun).
"Setau saya untuk jenjang paket C untuk tahun 2024 tanggal 21 Juni 2024 dan pelaksanaan assesmen nasional paket C Tahun 2024 pada 24-25 Agustus 2024. Sementara pada 27-29 Agustus 2024 sudah masuk tahapan pendaftaran bakal calon ke KPU, " katanya.
Berdasarkan hal itu, pihaknya meragukan tentang legalitas paket B dan paket C dari bakal calon wakil bupati itu.
"Kami berharap KPU bisa mempertanyakan ke yayasan PKBM yang mengeluarkan ijazah itu. Apalagi usia maksimal ujian tertulis berbasis komputer-seleksi nasional untuk paket C maksimal 22 tahun dan yang bersangkutan telah berumur 50 tahun, " sebutnya.
Kemudian tanggapan lainnya terkait kebijakan Bupati Pasaman Barat Hamsuardi yang merupakan bakal calon bupati melakukan pemberhentian tiga penjabat wali nagari (kepala desa).
Lalu mengembalikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Edison Zelmi kembali menjabat tanpa melalui panitia seleksi setelah posisinya digantikan oleh Ziat Abdul Rozaq sesuai surat pelaksana tugas Nomor: 800. 1.13.1/235/BKPSDM-2024.
"Setelah digantikan oleh pelaksana tugas, maka Edison Zelmi menjabat pelaksana tugas pada Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran. Tidak lama beberapa bulan dia kembali menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Ini sangat aneh, " katanya.
Dia menambahkan berdasarkan aturan kepala daerah dilarang melakukan pengangkatan pejabat enam bulan sebelum penetapan calon tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri.